Rabu, 30 November 2011

kosong

Takbir bergema, bersahut-sahutan
Rintik-rintik air keberkahan yang diturunkan Tuhan menambah syahdunya hati manusia yang telah terluka, terobek oleh kebengisan perilaku manusia lainnya…
Ada jiwa yang telah hilang,
Atau barangkali membeku…
Lebih parahnya terbakar, namun apinya tak dapat dipadamkan
Tak 1 tetes airpun dapat mencapainya,
Mencapai dasar dari sebuah pengontrol darah.
Ada rindu yang memuncah sedemikian hebatnya,
Hingga nafas mendesah penuh kepiluan.
Ada cinta yang tak terkatakan.
Tertutup rapat dalam kotak ketakutan,
Terbelenggu oleh sebuah keegoisan bodoh yang tak beralasan.
lihatlah…
jantungnya sudah terasa sakit, menahan semua yang harusnya diledakkan sejak dulu…
tekanan it sudah penuh dan sesaat lagi semuanya akan meledak,
 atau akan terkungkung selamanya, dalam penderitaan dan tangis tak bersuara.
Scofield A. P
6 november 2011 03:10 am

sebuah kehilangan

Kenapa manusia akan merasa sakit yang mendalam ketika ia kehilangan sesuatu? Padahal harusnya setiap manusia sadar bahwasanya setiap yang datang, pasti akan pergi. Setiap yang dititipkan, pasti akan diambil kembali oleh pemiliknya. Namun, yang jadi persoalan adalah, ketidaksiapan menusia untuk menghadapi kehilangan tersebut.
Mungkin, pernah ada seseorang yang datang kedalam kehidupan kita, entah itu sebagai seorang sahabat, kakak, adik, rekan, suami, atau istri. Orang ini selalu ada setiap kali kau membutuhkannya. Barangkali ia tak pernah memberi solusi dari setiap masalahmu atau tak membantumu dalam seabrek kegiatanmu, namun dia menjadi seorang pendengar yang setia. Yang mendengarkan setiap desahan nafasmu yang berat, tangisanmu yang pilu, luapan amarahmu yang tak terbendung. Boleh jadi ia tak menatapmu dan hanya mendengarkanmu melalui telpon, mendengarkan setiap kata yang kau ucapkan tak jelas karena diselingi oleh emosi dalam hatimu  dengan sabar dan diam.
Hal itu terjadi mungkin lebih dari setahun, lebih dari 2 tahun, atau lebih dari 3 atau 4, atau 5, atau 10 tahun lamanya. Mungkin saja. Dan sangat mungkin pula kau menganggapnya biasa saja. Maksudnya kau memang menganggap dirinya istimewa, namun rutinitas itu tak membuatmu berfikir bahwa hal itu adalah suatu hal yang istimewa. Namun, ingatlah kau, bahwa sewaktu-waktu hal itu, situasi itu, orang itu, dapat berubah. Hal yang kuyakini adalah kau akan merasakan sebuah kehilangan besar. Kehilangan yang membuat dadamu sakit, tatapanmu kosong, matamu berair, dan membuatmu menjadi seorang pelamunERS.
Barangkali kita menjadi gila karenanya. Sakit berhari-hari, menangis tak henti-henti dan kegilaan lainnya. Kau akan merasa bahwa tak ada lagi yang bersedia mendengarkanmu, tak ada lagi yang akan membuatmu tersenyum karena cerita-cerita konyolnya tentang prinsip ekonomi, tentang penelitian, atau apapun tentang dia. Mungkin, kau merasa dirimu telah hancur dan sempat terucap bahwa kau tak bisa hidup tanpanya. Ia menjadi seperti zat adiktif yang membuatmu kecanduan. Ya, kau kecanduan kehadirannya. Aku yakin, sebagian orang akan merasa seperti itu.
Tapi, pernahkan kau merasakan, ketika kau benar-benar kehilangan dia dan kau sedang sakit keras sehingga tak sedikitpun kau bisa bangun dari tempat tidurmu sementara teman-temanmu sedang pergi mudik, ketika itu kau menangis sejadi-jadinya. Kau ingin berteriak namun tak sanggup, jantungmu terasa kebas, dan kau hanya bisa diam. Tak ada lagi dia, tak ada teman-temanmu, tak ada orang tuamu, tak ada satupun yang mengingatmu. Apa yang kau lakukan?
Sahabat, ada Dzat yang selalu ada untuk kita. Selalu mengawasi kita, selalu mendengar detak jantung kita, selalu tau masalah dalam hidup kita, selalu menberi hadiah-hadiah untuk kita. Namun ternyata kita tak pernah menyadarinya. Sadar, tapi mungkin terlalu munafik untuk mengingatNya. Sadar, tapi terlalu malu untuk kembali tersungkur dihadapanNya. Tak sedetikpun Ia meninggalkan kita, namun berjam-jam, berhari-hari, bulan, tahun, bahkan puluhan tahun kita telah melupakanNya, mengabaikan hak-hakNya.
Mungkin kita pernah melupakanNya dan itu merupakan sebuah KESALAHAN BESAR !
Jangan pernah lagi melupakanNya dan yakinlah, hatimu akan damai, dan barangkali Ia akan mengembalikan dia atau bahkan mengirim orang baru untuk menemani kita, bukan untuk membuat kita lupa akanNya, tapi untuk mengajari kita untuk lebih mencintaiMu.
Tuhan, kembalikan ia untukku.
Namun pisahkan aku darinya jika memang itu membuatku lalai.
Kehilanganya membuatku sakit hati dan fisik,
Namun kehilanganmu akan membuatku mati.
Tuhan, ajari kami untuk mencintai KarenaMu,
Bukan Mencintai bersamaMu sehingga membuatMu dan dirinya setara dalan tangga cintaku.

Dalam 14 drajat C kota bandung
7 november 2011, 2:51 am
Oleh Scofield A.P

Sabtu, 15 Oktober 2011

Aku


Aku jahat yach…
Saat pohon sedang berusaha untuk tegak dan bangkit,
Aku malah membiarkan ia kering mati,
Menguap karna panasnya matahari.
Aku tega yach…
Saat sepotong es dingin dalam hatiku berusaha untuk bertahan,
Aku malah memanaskannya,
Hingga ia mencair kembali menjadi air.
Aku khianat yach...
Saat berbisik pada angin dalam 83 potong ayat, tapi malah tak menggubris bisikan angin padaku.

….

Aku bermain hati…
Mencari pembenaran diri…
Merasa tak berdosa...
Aaaaakkkkh,,,,
andai saja aku selalu menyiram pohon itu,
tentu ia tak akan kering...
andai saja aku tak memanaskan bongkahan es dalam hatiku,
tentu ia tak akan mencair…
andai saja aku mendengarkan nasihat angin,
tentu aku tak berkhianat.
Dan semua akan menjadi andai,
karna ternyata andai tak pernah berwujud.

Bandung, 13 oktober 2010
07.10 p.m

Kau dan kau….



Setiap orang sulit mendeskripsikan seperti apa dirinya sendiri. Selalu saja ia butuh orang lain untuk berkaca. Barangkali kaca yang ia gunakan selama ini hanya sebuah topeng murahan yang selalu mengatakan kebohongan yang menjijikkan.
Ya, aku merasakan hal itu sekarang. Saat seseorang mengatakan aku ‘followERS’, labil, melankolis, dsb. Boleh jadi hal itu salah, dan banyak benarnya. Sejujurnya, aku tak pernah tau seperti apa diriku. Virus apa yang membuat aku melakukan hal yang terkadang bertentangan dengan hati nuraniku. Bagiku sekarang, dunia ini seperti pengadilan. Terlalu banyak tuntutan, terlalu banyak argumen, terlalu banyak bantahan yang memekakkan telinga. Aku muak dunia seperti ini. Dunia yang sebenarnya kupahat sendiri, kujalani sendiri, dan aku membencinya. Sungguh sangat munafik.
Aku selalu ingat seseorang, ia selalu mengatakan bahwa persaudaraan itu penting, sangat penting. Konsep ini ku telan begitu saja tanpa kukunyah lebih dulu. Aku ingin melakukan hal yang banyak untuk saudara-saudaraku tanpa aku pernah berfikir hak-hak tubuhku yang acap kali kuabaikan, dan absennya aku dalam mengejar impianku.
Aku punya impian, menjadi seorang penulis. Hal ini selalu kukatakan pada Tuhanku. Aku tak tau apakah Tuhan sudah bosan mendengarkanku tanpa aku pernah berusaha untuk menggapainya, tanpa aku pernah sedikit saja meluangkan waktu untuk berlatih. Percuma teori dan buku-buku penunjang yang kupunya jika aku tak pernah melakukan sedikit usaha ke arah sana. Percuma….! Namun aku seperti tak punya pilihan. Entahlah, memang aku yang tak punya pilihan, atau aku yang memang belum sanggup untuk memilih.
Malam ini 260911, seseorang telah mengingatkanku akan cita-citaku. Seseorang dari sedikit sekali yang mendukungku, seseorang yang dengan sabarnya selalu mengingatkanku meski aku selalu tak pernah benar-benar ‘mendengarkannya’.
Menyakitkan memang, namun semua yang dikatakannya adalah benar. Dukungannya membuatku mengenal kembali siapa diriku yang sebenarnya. Aku kembali sebagaimana sosok aku, yang aku inginkan. Aku merasa mengenal kembali diriku yang hilang setelah 2 tahun lebih. Aku, adalah aku.
Thanks untuk semua yang Kau dankau berikan… J

Kamis, 11 Agustus 2011

anugrah terindah


Teriakan-teriakan itu kembali terdengar.
“GENDUT, BANGUN! JEMUR BAJU!”
“GENDUT, MAKAN!”
Sebagian orang mungkin berfikir itu kasar, namun tidak untukku. Aku hanya tersenyum. Mendengar kembali teriakan-teriakan dari kakak paling hebat sedunia, mbak Astrie Pusphita. Memang begitu lah karakternya, PERINTAH. Yah, mungkin sudah seperti itu karakter anak sulung dimana-mana. Meski begitu, kata-kata nya diatas adalah bentuk kasih sayangnya padaku. Ia kakak pertama. Satu-satunya kakak perempuan yang kumiliki. Meski akhwat, ia sangat tangguh. Pengaruh kuliah di teknik industry membuatnya menjadi ‘orang serba bisa’ di rumah setelah papa. Aku punya 2 orang abang, tapi tetap saja, Tugas-tugas seperti ngecat plapon, bongkar-bongkar radio,dispenser,strika dll dibebankan padanya. Wanita inilah yang mengajarkanku untuk bertahan kuliah.
“mbak dulu datang kebandung dianter papa Cuma beberapa hari. Setelah itu semuanya mbak lakukan sendiri. Kalo acha sudah memutuskan untuk kuliah diluar, maka acha harus menanggung  semua konsekuensinya. Kalo acha sudah memutuskan untuk kuliah dikimia, maka acha harus selesaikan tugas acha”
Ia, punya banyak kata-kata motivasi.aah,,, ia kakak paling hebat!
Teriakan kedua :
“GENDUT, MAU MAKAN APA?”
“GENDUT, MAMA SURUH BLA…BLA…BLA”
Ini karakter abangku yang ke3, Adhe Permana. Aahh, ini juga abang yang luar biasa. Kadang aku sendiri merasa malu. Ketika ia masih dibandung, aku akan sms, jika ada perlu saja.
“mas, besok acha LKM, butuh senter ama ransel besarS.”
Sudah, seperti itu saja.  Singkat. Tak tau malu. Tak ada balasan. Namun menginjak jam 11an malam, pintu kostan pasti berbunyi. Ya, mas adhe datang dengan barang yang kuperlukan plus makanan. Marah-marah dulu karna mintanya mendadak, itu juga pasti.  Lalu, ia pun pulang. Aah,, bentuk perhatian dan kasih sayang yang berbeda.
Lain dengan mbak astrie dan mas adhe, yang satu ini tak pernah berteriak. Tak pernah memanggilku dengan sapaan GENDUT. Abangku yang satu ini dingin, namun DIA YANG TERBAIK*tentu mas adhe juga*. Dari SMP, sampai SMA, laki-laki bernama Adie Pradhana ini yang mengantar jemputku kemana pun aku mau pergi. Mulai dari pergi sekolah, makan di luar, ke rumah temen, ke toko buku, dll. Maklum, beliau memang kuliah di tanjungpinang,tidak seperti mbak astrie dan mas adhe yang perantau sejati. Jadi, bisa dibilang kami ga pernah pisah. Pisahnya ya baru ketika aku pergi ke bandung saja.
Hari ini, dengan sakitnya papa, kami ngumpul kembali setelah berpencar-pencar kemana-mana. Bayangan ketika masih kecil pun terusik kembali. Melihat kamar itu, membuat aku ingat beberapa tahun kebelakang, saat kami bermain monopoli, tempat tidur itu, mengingatkan akan tidur siang kami, ruang tengah, mengingatkan aku pada sholat magrhib berjemaah sekeluarga di lanjut dengan ngaji. Ya… dulu kami mengaji bersama. Papa lah ustadnya.  Rumah kami jauh dari mesjid, sangat jauh. Maka kami melakukan semuanya sekeluarga. Sayang rotan itu tak ada lagi. Rotan yang memukul telapak tangan kami jika kami tak dapat menghafal ayat ayat pendek yang telah papa tugaskan.
Kami dididik keras dan penuh peraturan. Bada subuh dilarang tidur, pulang sekolah sepatu dan seragam dirapikan sendiri,  makan siang lalu wajib tidur siang. Sorenya, kami bebas untuk bermain apapun. Tak ada larangan. Mau  main kotor atau apapun, silahkan saja. Mandi dan sholat berjemaah lalu mengaji. Bada isya, belajar. Jam 9, waktunya tidur. Agenda bisa berubah sewaktu-waktu jika papa tidak di rumah. Jadwal belajar diganti menjadi bermain monopoli bersama anak-anak tetangga yang biasa mengaji dan belajar di rumahku.
Namun, sekarang kondisi sudah berbeda. Mbak astrie sudah punya anak (sekarang mau 2), mas adie mau nikah, mas adhe sudah punya calon. Mmmhhh….
Tak jarang air mata ini mengalir. Aku takut di tinggal mereka. Hari ini aku bertanya pada mas adie “mas, kalo udah nikah, masih sayang ga sama acha?”. Jawabanya adalah “masih.”
Cukup seperti itu saja. Aku hanya tersenyum. Memang seperti itulah dia. Dingin, tak romantis, namun aku tau betapa ia menyayangiku. Dari kecil kami bermain bersama, bahkan walaupun aku tak bermain bola bersamanya, ia tetap mengajakku ke lapangan bola bersejarah di dekat hutan itu. Bahkan ia menyusulku ke tempat aku mengadakan acara sekolah untuk jarak yang memang cukup jauh.
Kalian adalah abang dan kakak paling hebat yang pernah ada. Betapa diri ini terlalu banyak merepotkan kalian, namun yang perlu kalian semua tau adalah, acha sangat menyayangi kalian. Tak pernah sedikitpun acha lupa. Terimakasih atas didikan keras dan belaian manja mba dan mask u…
Keluargaku adalah anugrah terindah dalam hidupku

Minggu, 07 Agustus 2011

Ada Kisah dibalik Upgrading




Ini kisah konyol antara aku dan seorang sahabat.
Sore itu, beres kuliah, yuyun yulianti sahabatku langsung disodori kebingungan yang mendalam. Pasalnya, ia mau pergi mencari pemateri  untuk upgrading,namun tak tau alamatnya, meski aku juga tak jauh beda dengannya, tapi kami tetap memutuskan untuk NEKAD.
Diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim aku menarik gas spin milik teman sekelasku yang dermawan, prisla. Baru saja berangkat, kami sudah memasang tampang bingung ketika hendak keluar dari kampus. Maklum, kami ga tau peraturan kampus tentang permotoran.
“yun, kartu teh dimana?” tanyaku.
“eh, ga tau cha,” katanya dengan aksen sunda yang begitu kental. sahabatku yang satu ini memang berdarah sunda dan lumayan menjunjung tinggi kebudayaan daerahnya.
“telpon Prisla dech,” perintahku. Aku melihat kiri dan kanan, memasang tampang ‘semuanya baik-baik saja kok’ yang kutujukan kepada bapak satpam sangar yang tak bisa dipungkiri sejak tadi melihat kami dengan penuh tanda tanya.
“cha, katanya di dompet kunci motor cenah” kata yuyun membuyarkan tampang sok luguku.
Dan petualangan pun, dimulai.
Mengendarai motor dibandung itu, beda banget dengan mengendarai motor di kampung halaman. Maklum, disana kan masih relatif sepi, jadi bisa kebut-kebutan dan nyampe dalam waktu 1 jam 15 menitan dengan jarak tempuh kurang lebih 90KM. kalau di bandung itu, terasa aman dan nyaman meski  musuh besarku memang angkot dimana-mana juga. Pernah suatu kali aku sedang pergi bersama mama, dan seperti biasa, angkot selalu saja berhenti mendadak dan sembarangan bahkan ditikungan tajam sekalipun. Ngedumel pun tak terelakkan lagi. Yang lebih menyakitkan, saat mama bilang “ udah cha, gapapa lah. Namanya juga orang cari uang nak,” ujar mama.
Kembali ke topik…
Kita berhenti bentar di pangkalan angkot panorama untuk menanyakan alamat kepada mang kenek. Tapi ternyata, mang kenek pun ragu dengan alamat yang kami tanyakan. Untungnya ada bapak-bapak-bapak yang menyamperi kami untuk menawarkan bantuan pengetahuannya(barakalloh bapak).
“ada apa neng?” tanyanya
“ini pak, mau nanya, alamat ini dimana ya?” Tanya yuyun sambil menyodorkan handphone Xperia miliknya untuk memperlihatkan sms alamat yang kami cari.
“Indra Saepul Alam,” katanya membaca dengan bingung( mungkin si bapak berguman dalam hati  ‘teu aya neng jalan indra saepul alam mah’)
“eehh, bukan yang itu pak, yang ini,” jawab yuyun meluruskan dan menunjukkan kolom yang benar.
“ jalan rereng adu manis. Oohh, ini mah deket pahlawan dan surapati, bla…bla…bla…(penulis bingung dan lupa apa yang beliau katakan).
Karena tak tau sama sekali dimana itu surapati dan pahlawan, juga melihat wajah bingung pada yuyun. Maka aku pun berinisiatif untuk bertanya kembali.
“kalo ngikutin angkot, angkot kearah mana ya pak?”tanyaku lagi.
“oh, ikutin caheum-ledeng aja neng, nanti udah lewat ITB, Tanya-tanya aja lagi, bisi ntar kebingungan.
“oh, makasih ya pak,” ujar kami hamper berbarengan.
Aku kembali  tancap gas. Kaku-kaku gimana gitu setelah sekian lama ga bawa motor. Apalagi matic, mmmhhhh….soalnya dirumah si firebolt ku kan motor bebek biasa. Mas adie punya, juga megapro, jadi terbiasanya pake bebek n meski ga lihai, tapi bisa pake megapro(itu jugai berkali-kali dijitak karna mati aja).
Eeehhh, ngelantur lagi,, kembali ketopik.
Kalo Cuma dari setiabudhi ke ITB mah gampang. Apal banget si gue. Soalnya tiap kamis sore kan kesana untuk kajian FLP. Jadi skip saja ya cerita nya. Lewat dari ITB, kita langsung pasang ancang-ancang untuk kembali bertanya. Kali ini korbannya adalah tukang sate. Nah, untuk yang sekarang, yuyun yang turun dan nanya. Aku? Ya di motor aja. Berharap yuyun cukup baik dalam mengingat.
Setelah naik, aku dengan Pedenya tancap gas lagi. Kata yuyun sich, terus aja sampe lampu merah. Ya udah, aku terus aja. Tiba dilampu merah, kami berhenti. Ada lampu merah, berati ada perepatan, jadi  Tak salah bukan jika aku bertanya “yun, kemana lagi nich?”
Dan anda tau pemirsa apa yang dikatakan oleh akhwat kecil pelupa itu?
Dia menjawab, “ ga tau cha, aku LUPA!”
Serasa ada palu godam yang memukul kepalaku dengan keras.
-.-“
T.T
Aku pun hanya bisa menjawab, “ ambil handphone di saku jaket aku, telpon echi. Tapi aku ga ada pulsa.
Echi itu temen aku dari bintan yang kuliahnya di widyatama. Meski sama-sama dari bintan, tapi pengetahuannya soal jalan di bandung sangat baik dan salah satu alasan kenapa aku suruh yuyun menghubunginya karena, kalo ga salah ni, aku sering denger dia nyebut-nyebut surapati . ntah itu letak kampusnya, atau disana biasa dia mangkal di pangkalan ojek.
Nekad aja nich belok kanan sementara yuyun lagi nelpon echi. Beres nelpon, aku mengambil kesimpulan bahwa kami bakal ngelewatin pusdai. Pernah sich ke pusdai, tapi ironisnya aku tidur di angkot. Jangankan ngeliat jalan, mang angkot nya juga udah lupa mukanya(ya iya lah,mulai ngelantur).
Macet nich, ditambah di depan ada polisi. Keringet dingin mulai menjalar. Meski sudah 3 kali nabrak angkot, tak menjamin diriku punya SIM. Tapi, macet adalah kesempatan yang pas untuk kembali bertanya. Ada akang-akang ganteng di sebelah.
“yun, Tanya jalan, pusdai teh ke arah mana.”
“malu cha…” jawabnya.
“ malu, ato kita bakal kesesat trus pematerinya udah keburu pulang, prisla juga pulangnya kemaleman. Hayo, pilih mana,” ancamku. (maaf ya yun, untuk kebaikan)
Akhirnya, si yuyun nanya, tapi sama anak sekolah yang disebelah kiri kita.
Singkat cerita, kita dapet alamatnya. Yuyun udah mulai mahir nanya-nanya alamat. Udah dapet alamatnya, kami selesaikan urusanya dan perjalanan pulang pun menanti.
Sore itu udah mulai gerimis. Dan saat itu kami baru meluncur. Keputusanku untuk rada ngebut pun disetujui oleh yuyun. Kami lewat flyover nich.hehe…seneng lah pastinya.haha, norak banget. Gapapa lah,sesekali mah. Nah, disini nich hujan super gede mengikuti. Saking lebatnya, ni tangan ampe sakit kena tetesan airnya. Dingiiiiiiiin banget. Tangan udah kaku dan mati rasa. Seluruh badan udah basah kuyup kaya baru keluar dari samudra hindia*kayak yang pernah aja*. Yuyun pun nyempil aja dibelakangku sambil trus bilang berkali-kali, “ duh,kasian prisla” hingga aku berteriak “ KASIAN PRISLA???KITA YANG KEHUJANAN,AKU YANG KEDINGINAN, KENAPA KASIANNYA AMA PRISLA?”(bukan marah, tapi karna hujannya emang gede banget, jadi takut si yuyunnya ga kedengeran).
Sulit mendeskripsikan sebesar apakah hujannya. Sampai aku yang memang punya masalah ama mata, sulit melihat jalan. Dilema. Kalo pelan malah tambah kuyup n kedinginan(aku punya masalah ama yang namanya dingin), mau ngebut, ga keliatan jalan. Bisa-bisa nabrak. Efek dari ga kelihatan jalan yang dipadukan dengan ngebut adalah  kita lempeng aja terus. Padahal seharusnya kita ambil jaln kekiri untuk turun dari flyover menuju setiabudhi. Dan semakin merana lah nasib kami karena nyasar yang cukup jauh hingga BTC. Untungnya, aku pernah ngelewat sini waktu mau ke mesjid habib kompleks bandara meski waktu itu ngangkot. Dari sini, kita ngikutin aja angkot arah ledeng. Tapi, angkot kan sebentar-sebentar berhenti, ga mungkin juga kita mau berhenti. Makin lama dong, ini dingin udah kebangetan lah. Jadi, aku memutuskan untuk liat-liat aja papan ijo penunjuk jalan. Alhamdulillah lah hampir nyampe.
Mmmhhhh….bensin pun hampir habis, sekali lagi si yuyun berkata : “ kasian prisla” -.-‘’.  Maka kita pun lurus ajah kearah lembang untuk isi bensin.
Yuyun said : “ cha, kalo isi 20ribu cukup ga?” tanyanya. Tanpa melihat wajahnya pun aku bisa membanyangkan wajah lugunya.
“hellowww, ini motor mah, bukan mobil. Motor adek juga 12rb udah penuh. Itu juga kalo udah kosong banget. Ai mamah ga punya motor? “ kataku.
“ya punya, Cuma kan aku ga tau.hehehe,” jawabnya.
Beres isi bensin, kami dorong dulu kedepan. Daaannnn…. Aku ga bisa nyabut kuncinya. Memalukan sekali. Yuyun juga ga bisa. Akhirnya, dengan tampang penuh belas, aku berkata pada aa disebelahku yang lagi smsan.
“a, tolong cabutin kuncinya boleh?” tanyaku.
Tepat dugaanku. Kita ga bisa nyabut bukan karna kita udik, tapi karna emang susah. Si aa nya juga susah nyabutnya.
                Akhirnya, kita legaaaaa banget karna bisa pulang tanpa hutang. Bensin udah penuh, motor aman-aman aja, dan semuanya beres.
                Nyampe di kampus, kita kebingungan lagi dengan system permotoran. Si yuyun sibuk bilang ‘duh, kartu prisla kan tadi udah dikasi kebapak satpamnya’(mungkin dia berfikir, kalo mau masuk harus ngasi kartunya lagi). Tiba di pos, yuyun ngotot bilang kartunya udah di kasiin, sementara si satpam yang memang sangat jutek kebingungan. Aku? Seperti yang sudah kukatakan bahwa aku punya masalah serius sama yang namanya dingin hingga tak bisa berfikir, aku memutuskan untuk diam saja. Biarlah yuyun dan pak satpam yang menyelesaikan masalah mereka (nah lho?). akhirnya persengketaan kartu parkir berakhir dengan ending si yuyun dikasi hadiah kartu parkir(memang sudah seharusnya).
                Ada rahasia dibalik rahasia, tiba di LPPM aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Seperti ada yang salah ama ban belakang. Dan benar saja dugaanku, ban bocor. Olala…. T.T kita memutuskan untuk ke jica dulu sebelum nyari tambal ban karena saat itu sudah jam setengah tujuh lewat dan aku belum sholat magrib. Sepanjang jalan, yuyun tak berhenti berkata “ kasian prisla”, otakku yang ga karuan membuatku membayangkan prisla duduk  di gerbang cempaka atau darmawinata sambil memegang mangkok di tangannya. Konyol memang mengingat temanku yang jenius dan selalu punya IP 4 itu mengalami hal itu.
                Aku sholat dikostan mila, meski saat itu sempet dimarah-marah ama mila. Ga dibolehin pergi, sebelum ganti baju. Jadi ya, ganti baju dulu. Malam itu kita emank punya agenda rapat mading sich. Tapi kayaknya ga memungkinkan. Jadi anak-anak, kusuruh pulang.
                Beres sholat, aku kembali ke yuyun, menerima nasib  harus nyari tambal ban. Kita mencoba pelan-pelan untuk naik. Namun, sampai di ilkom kondisi memang tidak memungkinkan lagi untuk dikendarai.
“ya udah cha, aku jalan aja,” kata yuyun.
“ tetep aja ga bisa, aku kan berat. Kamu aja ni bawa,” kataku
“ngaco, aku kan ga bisa,” katanya.
“Ya sudahlah kita terima nasib,” kataku.
                Tak bisa dipungkiri, aku butuh bantuan. Maka aku nelpon indra sang ka.bem dan yuyun, nelpon seorang kakak tingkat yang bawa motor dan sering main ke PKM walau KKN juga, berharap beliau masih ada di kampus. keberuntungan tak memihak. Nomor indra, baik yang As maupun yang Tri, ga aktif. Tapi si yuyun bilang si akang ***** mau dateng. Ada di sersan bajuri cenah.
                Serasa mendapat angin surga, kami pun menunggu dengan penuh harap. Cukup lama. Setiap motor yang datang, kami berharap pengendaranya adalah malaikat pendorong motor yang mau membantu kami. Dan akhirnya, orang yang ditunggu-tunggu pun datang.  Loe-loe pade tau apa solusi yang di berikan? Ia berkata : “ya udah, mau digimanain lagi? Dorong aja”  daaannnn….pergi. 1 hal yang kami lupakan saat itu adalah, kami harusnya tak boleh bergantung dan berharap lebih pada manusia. Sudah semstinya lah meminta pertolongan ke Allah. Jadilah kami dorong motor dari ilkom menuju gerbang. Inginnya sich nambal dipanorama. Gila, itu masih jauh banget, sekali lagi JAUH BANGET. Ini udah malem, aku belum makan dari pagi, dan kami kedinginan. Yah, mau gimana lagi.
                Aku ngedorong di depan, yuyun di belakang. Asa berat pisan hingga aku berkata :
                “cik atuh dorong,” kataku melihat kebelakang.
                “iya ini udah dorong,” katanya dengan muka yang udah kucel, baju yang udah basah. Ditambah dengan ransel ku yang digendongnya sementara ranselnya sendiri dibelakang punggungnya. Ia juga membawa helm ku sementara helmnya masih ia pakai. Sebuah pemandangan langka. Kasian juga ni anak, batinku. Aku juga tau matanya udah berair. Ya ampun, akhwat banget ya…ckckck
                Deket-deket BNI, ada bapak satpan yang naik motor lalu bertanya, “ kenapa neng motornya?”
“ban bocor pak,’ ujarku.
“oh, di depan ada tambal ban. Bapak duluan ya, bapak liatin dulu masih buka apa ga. Bapa tunggu di gerbang,” katanya penuh kasian.
“oh, iya pak, makasih ya pak,” ujar kami.
                Meski akhirnya kami memang ngedorong motor ampe gerbang, tapi kami senang karna si bapak menepati janjinya untuk menunggu di gerbang. Ia juga membantu menyebrangi motor.(barakalloh bapak). Oia, aku sampai harus menelpon abangku loch untuk menanyakan biaya tambal ban berapa. Soalnya kami sama-sama ga tau dan takut di tipu.
                Akhirnya, waktu pulang pun tiba….
                Alhamdulillah, berakhirlah petualangan aku dan yuyun hari ini, di tutup dengan makan nasi goreng dengan brutal.
                Untuk saudaraku yuyun, maaf ya atas segala kesalahan. Namun hari itu sangat indah meski  banyak rintangan. Boleh jadi, itu salah satu cara Allah untuk mempererat kembali ukhuwah kita J
Aku mencintaimu karena Allah… J

Sabtu, 06 Agustus 2011

hanya kutitipkan

Melalui angin yang menggoyahkan dedaunan,
Kukirimkan nafas khawatirku padamu.

Melalui embun yang membasahi dedaunan di pagi hari,
kutitipkan air mata yang tak kunjung berhenti mengalir.

dalam diam kupekikkan teriakkan ku
dalam senyum kusimpan belasku.

Rindu ini membuattku selalu memimpikanmu

Aku tau,Allah y ang Maha Kuasa berkuasa penuh atas dirimu.

Aku hanya bisa menitipkan sejuta doa untukm,
yang pasti akan melesat laju ke Arsy Allah.
Semoga malaikat-malaikat Allah senantiasa mendoakanmu,

Perpus UPI, 12 juni 2010