Bicara soal mahasiswa, seperti membicarakan cowboy. Cowboy yang duduk tenang dan santai di atas bukit jika perkampungan sedang sepi dan baru akan turun jika perkampungan mengalami masalah. Begitupun mahasiswa saat ini. Kebanyakan dari mereka hanya duduk tenang di atas bangku kuliah, di bawah gedung megah yang teduh, menjalankan amanah ‘masa depan’ tanpa sedikitpun memikirkan tugas dan perannya sebagai mahasiswa.
Sejarah mencatat, mahasiswa (pemuda) adalah agen of change. Itu berati, perubahan tidak dilakukan oleh orang tua. Perubahan dilakukan oleh mereka yang masih muda. Rasulullah sendiri merubah islam ketika beliau masih muda. Mahasiswalah yang menjadi tumpuan tegaknya kebenaran, yang dapat menciptakan kedamaian dunia. Sadarilah bahwa dunia sedang menanti ‘kebaikan’ yang akan ditebarkan mahasiswa, karna mahasiswa adalah calon-calon intelektual.
‘gelar’ mahasiswa itu cukup tinggi dan berkelas, mengingat perekonomian Indonesia yang sudah seperti ini. Mahasiswa punya peran penting untuk memperkuat posisi rakyat dimata negara.
Mahasiswa mempunyai 3 peranan yang harus dipenuhi. Yaitu sebagai Agen of change, social control, dan iron stock. Dengan adanya 3 peran ini, idealnya, mahasiswa memahami betul tugasnya dan turut berperan dalam pembangunan bangsa ini. Diperkuat lagi dengan tri dharma perguruan tinggi yang salah satunya berbunyi ‘pengabdian’.
Tapi ironisnya, banyak sekali mahasiswa yang tidak menyadari hal itu pasca reformasi. Mereka menganggap, tujuan dari reformasi sudah tercapai dengan turunnya Soeharto. Padahal, nyata sekali bahwa indikator tercapainya reformasi bukan dengan turunnya Soeharto, melainkan dengan terpenuhinya semua visi-visi reformasi. Pertanyaannya, apakah semua visi reformasi sudah tercapai?. Belum!, yang berati menandakan, bahwa reformasi belum tuntas.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, puncak reformasi pada tahun 1998 dikuasai oleh puluhan ribu mahasiswa yang ‘menyerang’ Senayan hingga Soeharto terpaksa melepas jabatannya. Gerakan mahasiswa meruntuhkan kekuasaan yang telah berdiri 32 tahun lamanya.
Akan tetapi, perjuangan mahasiswa tahun 1998 tampaknya tidak ‘berbekas’ sampai sekarang. Pasca reformasi, gerakan mahasiswa seperti sibuk dengan ideologi dan visi mereka masing-masing. Terlalu sibuk dengan urusan internal organisasi masing-masing tanpa melihat dan memahami kembali nilai-nilai yang ingin dicapai ketika reformasi bangsa ini. Reformasi, berati perubahan secara drastis untuk perbaikan. Artinya disini, perubahan bukan hanya ketika mencapai puncak lantas berhenti, tetapi, bagaimana perubahan drastis ini dapat dipertahankan sampai sekarang, pasca reformasi.
Pergerakan mehasiswa pasca reformasi sepertinya agak aneh. Pasca reformasi semuanya seperti menjadi terjebak pada kepentingan-kepentingan sendiri, bahkan mungkin segelintir orang atau kelompok mengatasnamakan dakwah untuk kepentingan ideologi. Terlalu banyak benturan ideologi pada gerakan mahasiswa ; nasionalisme, agamis, dan sosiologis. Rasanya sangat sulit sekali untuk menyatukan ideologi. Semua seperti kotak-kotak yang memiliki sekat dengan tulisan ‘ini ideologi kami’. Organisasi yang banyak jumlahnya terkesan seperti ‘berebut massa’ dimana yang paling banyak massa-nya, dialah ‘sang pemenang’. Mahasiswa sudah tidak bisa bercermin lagi terhadap pilar-pilar reformasi.
Nilai-nilai islam sudah sangat jauh dari kehidupan pergerakan mahasiswa. Sulit dibayangkan, cara intelektual dan cara musyawarah masih bisa digunakan dalam pergerakan mahasiswa merubah negri ini. Sepertinya hanya akan menutupi masalah saja. Mungkin, cara yang lebih efektif adalah dengan mobilisasi massa. Akan tetapi, aksi yang berlebihan juga mengancam stabilitas ekonomi. Para investor ‘lari’ karena merasa tidak aman, ditambah dengan banyaknya aset-aset Indonesia yang terjual. Mahasiswa, harus meredam sejenak emosi mereka dan memperhatikan kembali etika-etika dalam aksi.
Solusi yang ditawarkan terhadap permasalahan ini mungkin tidak banyak. Salah satunya adalah mengadakan pertemuan akbar antar ormawa dan menyatukan kembali visi dan misi yang ingin dicapai, juga dengan membagi ormawa untuk bergerak pada bidang tertentu, karna reformasi, bukan hanya pada satu bidang saja. Selanjutnya adalah meminimalisir idealisme agar visi dapat tercapai. Jika tujuan sudah sama, maka akan lebih mudah untuk mencapai tujuan tesebut. Meskipun berat, tapi bukan berati mustahil. Sama seperti dulu, ketika organisasi Boedi Oetomo dan organisasi lainnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu meraih kemerdekaan Indonesia dan mereka berhasil mendapatkannya. Jika dulu saja bisa dilakukan, tidak mustahil kalau sekarang kita bisa menuntaskan kembali reformasi, agar reformasi itu tidak tampak seperti sia-sia belaka, karena gerakan mahasiswa mengusung untuk peradaban yang lebih baik.
Universitas yang mempunyai latar belakang pendidikan pun, dapat melakukan sesuatu untuk bangsa yang sulit dididik ini, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai moral pada generasi muda. Karena moral ini, akan menjadi benih utama dari sebuah kebangkitan. Kenapa perjuangan moral reformasi belum berbekas sampai sekarang? Karena perjuangan moral itu disampaikan oleh orang-orang tidak bermoral. Sedangkan perjuangan moral, hanya akan sampai jika diperjuangkan oleh orang-orang bermoral. Di sini, sosok seorang guru bermoral adalah kuncinya.
Dan terakhir yang diperlukan adalah kesabaran. Karena proses itu akan membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran yang tinggi. Perubahan itu tidak akan tercapai dalam waktu yang sebentar dan tanpa perjuangan. Contoh sederhana, seperti negara tetangga, Singapura. Pemerintah Singapura terus menerus dengan kesabaran melatih rakyatnya agar tidak membuang sampah sembarangan, dan hasilnya, negara yang lebih kecil dari Indonesia itu, menjadi negara yang bersih. Untuk melakukan suatu perubahan, kita mempunyai 2 pilihan. Masuk ke dalam sistem, atau menjadi lingkungan. Jangan hanya menuntut, tanpa berperan. Jangan hanya ingin menjadi ‘wasit’ dalam ‘permainan’ politik ini. Tapi jadilah pemain, yang berhasil memasukkkan bola ke dalam gawang. Pemuda, yang berhasil melakukan suatu perubahan yang besar.
Karenanya, mari kita meminimalisir idealisme, mengesampingkan ideologi, dan menyatukan visi dan misi demi menyelesaikan tugas reformasi yang belum terselesaikan. Karna gerakan hari ini, adalah investasi masa depan !
Bandung, 06 juli 2010
Oleh : Astecia P.Scofield
0907036
Himpunan Mahasiswa Kimia FPMIPA UPI
*memenuhi tugas Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan Mahasiswa 2010*
0 komentar:
Posting Komentar