Hanya bercerita sedikit tentang perjalanan dari gerlong-bandung selatan tanggal 8 agustus 2010 yang lalu.
Jam baru saja menunjukkan jam 07.00AM, tapi keadaan jalanan kawasan panorama bandung sudah dipadati kendaraan. Baik kendaraan umum, maupun kendaraan pribadi. Pemandangan seperti ini tentu tak akan pernah dilihat di daerah perkampungan, ditambah lagi, pada tanggal itu adalah hari minggu. Hari yang dinanti-nantikan semua orang untuk beristirahat dari aktivitas yang padat.
Hari itu, saya dan teman-teman (N-tropi Management) bermaksud untuk pergi ke bandung selatan. Tempat seorang kakak tingkat akan melangsungkan pernikahan. Kami berangkat, menggunakan bus damri.
Ini adalah pengalaman ke3 kalinya saya menggunakan bus ini. Kami beruntung, karena kali ini mendapatkan tempat duduk. Yah, pastinya bus ini, sudah seperti idola. Selalu saja penuh karna menawarkan harga yang murah untuk perjalanan yang jauh, maupun yang dekat. Dengan RP.2000 saja, masyarakat bisa menempuh perjalanan dari teminal 1 ke terminal lainnya. Bus ini di naiki oleh berbagai macam orang dan kalangan sehingga dengan percampuran yang sempurna ini, menghasilkan kesumpekan yang luar biasa.
Baru jalan sekitar 20M dari tempat yang kami naiki, penumpang sudah bertambah lagi 1 orang yang mengisyaratkan kalau bangku kosong sudah tidak tersedia lagi. Bus berjalan pelan sekali. Entahlah, apa mungkin sang supir menggunakan prinsip ‘biar lambat asal selamat’ ataukah agar tak seorangpun pengguna setia layanan bus ini tertinggal.
Bus kembali berhenti untuk menaikkan penumpang walau sang supir sudah mengetahui kuota sudah tak tersisa lagi. Kali ini yang masuk adalah seorang ibu tua dan 2 orang bapak tua. Wah, sekali lagi saya ingin mengatakan, bus ini di konsumsi semua umur. 2 orang bapak tadi, duduk dekat kaca depan bus yang juga sebelah supir. Saya sendiri tak yakin, apakah itu memang tempat duduk. Sedangkan ibu, harus berdiri. Tapi, baru sebentar saja sang ibu berdiri, pemuda berpenampilan necis dengan headset ditelinganya segera berdiri dan memberikan tempat duduknya untuk si ibu. Pemandangan ini sungguh sangat menyenangkan buat saya. Bangsa ini, masih memiliki pemuda-pemuda yang sopan dan santun tentunya.
Saya selalu memperhatikan keadaan bus setiap kali bus ini berhenti. Jumlah yang keluar, selalu tidak sebanding dengan jumlah penumpang yang masuk. Setiap kali bus berhenti, kesempitan semakin bertambah. Tentu saja seluruh badan ini merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Mulai dari hidung, mulut, kaki, sampai dengan telinga. Dengan ketidaknyamanan ini, saya berusaha mengalihkannya dengan cara memperhatikan lagi penduduk bus ini. ada yang asyik mengobrol, melamun, mendengarkan musik, dan tidak sedikit yang terserang kantuk hingga tertidur. Satu hal lagi yang baru saya sadari, bahwa yang memenuhi bus ini, bukan hanya penumpang yang jenisnya adalah manusia, tapi juga barang bawaan yang luar biasa banyak dan besar dari sebagian penumpang.
Mendekati terminal Tegal Lega, bus kembali berhenti. Kali ini, penumpang yang yang ingin menaiki bus damri ini, bukan hanya seorang, tapi sekelompok orang. Jujur saya sangat kaget melihatnya, ditambah lagi dengan sekelompok penumpang tadi yang tetap menaiki dan supir yang mengizinkan walau sudah tau, bus ini, sudah tak bisa ditumpangi lagi karena jumlahnya, sudah sangat melewati ambang batas. Penumpang masuk secara paksa seolah bus ini adalah penyelamat keadaan ekonomi mereka. Ah, lagi-lagi ini adalah fenomena keterbatasan ekonomi.
Untuk orang yang menderita penyakit asma atau gangguan pernafasan, tidak disarankan untuk menggunakan layanan ini. oksigen yang tersedia dalam bus sepertinya tidak mencukupi untuk mensuplay kebutuhan konsumennya. Kali ini, pemandangan dalam bus,sangat menyeramkan. Bagaimana tidak, saking penuhnya bus, orang-orang itu bergelantungan di pintu dan memanjat pintu bus seolah mereka punya 9 nyawa. Bagaimana mungkin mereka tidak merasa takut atau risih dengan keadaan tersebut? Sedang yang melihatnya saja begitu mengerikan.
Potret peristiwa ini menimbulkan banyak sekali pertanyaan dalam benak yang telah sekian lama tak peka terhadap bangsa ini. kenapa hal ini bisa terjadi? Masih kurang kah transportasi umum yang disediakan pemerintah? Terlalu kecilkah dana yang di berikan pemerintah untuk pengadaan dan perawatan sarana dan prasarana?
Alhamdulillah, akhirnya perjalanan ini berujung di Terminal Tegal Lega. Perjalanan yang sangat berati bagiku. Memberi banyak pelajaran yang takkan pernah kujumpai di pulau Bintan.
Tapi perjalanan belum berakhir sampai ke tujuan. Kami, harus ,menaiki angkutan kota. Perjalanan yang tidak panjang, tapi juga memaksaku untuk memperhatikan lingkungan sekitar. Kiri-kanan sepanjang perjalanan dipenuhi dengan pedangang-pedangang yang berteriak-teriak memanggil pembeli untuk membeli dagangannya. Mulai dari pedagang baju, buah, sayuran, sampai yang menjual ikan. Hal ini membuat jalanan kotor terhadap limbah-limbah rumah tangga yang terdiri dari sampah organik dan anorganik.
Bau, sampah, keramaian, lengkap tersedia. Pertanyaan yang kembali terfikirkan adalah, kenapa tidak timbul kesadaran untuk merawat lingkungan ini. bukankah lingkungan yang tercipta, akan berpengaruh juga untuk kenyamanan kita? Belum taukah masyarakat terhadap penanggulangan sampah? Atau kembali ke masalah klasik yang terjadi, ‘tuntutan ekonomi’?
Entahlah…
Semoga kitalah generasi yang membuat perubahan bangsa ini kearah yang lebih baik tentunya…
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS [2]:247)
Astecia P. Scofield
16 Agustus 2010, 12:19 PM
0 komentar:
Posting Komentar