ANALISIS
PENGGUNAAN BAHASA DAERAH OLEH DOSEN DALAM PERKULIAHAN
diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
dari dosen Welisi
Damayanti, M.Pd.

Disusun Oleh :
Astecia Paramitha
(0907036)
JURUSAN PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
2010
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Sesungguhnya
segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai
seluruh penerang di jalan kehidupan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada Rasulullah, Muhammad SAW, penutup para nabi, pribadi yang tentangnya
Allah berfirman :
“Hai
Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira
dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan
izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah berita gembira
kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar
dari Allah.” (al-Azhab[33]:45-47)
Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai pengantar
pendidikan saat ini tak lagi digunakan
dengan baik dan benar baik oleh peserta didik, maupun oleh pendidik sekalipun.
Padahal dengan bahasa Indonesia yang digunakan sesuai fungsinya sebagai
pengantar pendidikan, tentulah informasi yang digunakan akan tersampaikan lebih
merata.
Penulis merasa penting mengangkat tema ‘Analisis
Penggunaan Bahasa Daerah oleh Dosen Dalam perkuliahan’ dikarenakan masih
banyaknya dosen yang masih belum menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya dalam
perkuliahan (menggunakan campur kode).
Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak sekali
hambatan, tapi Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikannya meski masih banyak
terdapat kekurangan.
Untuk semua pihak yang telah membantu, penulis ucapkan
terima kasih.
Penulis mengharapkan kritik dan saran agar untuk ke
depannya dapat diperbaiki.
Wassalam…
Bandung,
Mei 2010
Jumadil Ula 1431 H
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam UUD 45, pendidikan adalah
upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, karena dalam pendidikan ada hubungan
interaksi anta pendidik dan peserta didik.
Sebagaimana yang telah kita ketahui
bahwasanya di Indonesia banyak sekali ragam budaya dan ragam suku. Tentunya
juga dari berbagai ragam budaya tersebut, banyak pula melahirkan ragam bahasa.
Di sinilah bahasa Indonesia berfungsi, yaitu menjadi bahasa penghubung dan
pemersatu sebagaimana di dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa persatuan yang berkedudukan sebagai bahasa nasional. Tidak hanya
dalam sumpah pemuda saja, dalam UUD 45 pun bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa Negara.
Dalam
lingkup universitas, syarat utama untuk sebuah proses pembelajaran adalah adanya
peserta didik, pendidik, dan tentu saja bahasa yang dimengerti oleh kedua
pihak. Karena bagaimana mungkin proses pembelajaran akan berlangsung jika salah
satu pihak tidak mengerti apa yang diucapkan oleh pihak lain. Di sinilah
sebenarnya bahasa Indonesia berfungsi sepenuhnya, karena tidak semua peserta
didik memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang sama. Oleh karena itu,
bahasa Indonesia yang merupakan Pemersatu
berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa berfungsi.
Selain itu, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Idealnya
seorang dosen tidak lagi menggunakan bahasa daerah pada proses perkuliahan
(kecuali pada jurusan atau mata kuliah tertentu) karna tentunya tidak semua
mahasiswa berasal dari daerah tersebut.
Bedasarkan
pernyataan tersebut, penulis merasa tertarik dengan permasalahan bahasa
Indonesia dalam perkuliahan dikarenakan masih banyaknya pendidik yang tidak
menggunakan bahasa Indonesia dalam perkuliahan. Karena peserta didik tidak akan
memahami ilmu yang diberikan oleh pendidik, bila bahasanya saja tidak dimengerti.
Oleh
sebab itu, makalah ini menjelaskan sedikit tentang ‘Analisis Penggunaan Bahasa
Daerah oleh Dosen Dalam Perkuliahan’.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia dalam perkuliahan
2.
Sejauh mana penggunaan bahasa daerah dalam perkuliahan.
3.
Dampak bagi anak-anak dari luar daerah terhadap perkuliahan yang menggunakan campur
kode.
4.
Faktor apa saja yang membuat bahasa Indonesia dalam perkuliahan tidak lagi digunakan dengan
baik dan benar.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui seberapa besar penggunaan bahasa Indonesia dalam perkuliahan saat
ini.
2.
Mengetahui seberapa besar pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia
dalam perkuliahan.
3.
Mengetahui dampak penggunaan bahasa daerah pada perkuliahan terhadap anak-anak
luar daerah.
4.
Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan bahasa daerah digunakan dalam
perkuliahan.
D.
Manfaat
Ada
pun manfaat dari penelitian ini adalah
1.
Menumbuhkan kesadaran untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
2.
Untuk pendidik : memberikan masukan agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam perkuliahan.
3.
Untuk peserta didik : agar peserta didik lebih memahami ilmu yang diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Campur kode
Sebelum kita mengetahui mengenai hakekat campur kode, kita harus lebih paham benar konsep
kode tersebut. Kode disini bukanlah kode yang mengarah ke unsur bahasa secara
perspektif melainkan kode disini ialah untuk menyebut
salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang
mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia),
juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek
Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial
atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum
dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian
kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak). Kenyataan
seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari
bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian,
ragam, gaya, dan register. Varian
disini yang dimasudkan ialah tingkat-tingkat, gaya cerita dan gaya percakapan.
Menurut Fasold campur
kode ialah fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur
kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang
penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu.
Serpihan disini dapat berbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar.
B. Jenis-Jenis Campur kode
Campur kode
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
C. Ciri-ciri Campur kode
Campur kode memiliki
ciri-ciri yakni tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa
hal yang menjadi tuntutan seseorang untuk mencampurkan unsur suatu varian bahasa
ke dalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda, terjadi
pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau tidak
tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan.
D. Karakteristik Campur Kode
Perbedaan antara alih
kode dengan campur kode ialah pertama, alih kode itu mengarah pada terjemahan dan
padanan istilah code switching, sedangkan campur kode merupakan terjemahan dan
padanan istilah kode mixing dalam bahasa Inggris. Kedua, dalam alih kode ada kondisi yang menuntut penutur
beralih kode, dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan campur kode
terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut pencampuran kode itu. Dan ketiga pada alih kode penutur menggunakan dua varian baik dalam bahasa yang
sama maupun dalam bahasa yang berbeda. Pada campur kode yang terjadi bukan
peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang
digunakan oleh penutur. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk
penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan.
Sedangkan persamaan alih kode dan campur
kode adalah kedua peristiwa ini lazin terjadi dalam masyarakat multilingual
dalam menggunakan dua bahasa atau lebih.
Menurut Thelander yang mebedakan alih kode
dan campur kode adalah apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan
dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain disebut sebagai alih kode.
Tetapi apabila dalam suatu periswa tutur klausa atau frasa yang digunakan
terdiri atas kalusa atau frasa campuran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan
masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri
disebut sebagai campur kode.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu
1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
E. Pengertian Interferensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interferensi
ialah Masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan
pelanggaran kaidah bahasa yg dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis,
gramatikal, leksikal maupun semantis. Ada dua faktor yang menyebabkan
terjadinya interferensi yang pertama ialah faktor kontak bahasa disini
bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga
perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat
interferensi performansi. Atau interferensi sistemis. Yang kedua ialah faktor
kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi belajar muncul. Jika
kita melihat dari segi unsur bahasa yang dikuasai terdapat interferensi
progesif (interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang sudah
dikuasai ke bahasa yang dikuasai sebelumnya) dan interferensi regresif
(masuknya unsur bahasayang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai).
F. Metodologi Penelitian
Makalah ini menggunakan metodologi
penelitian berupa pengumpulan sumber data. Penulis menganalisis kata yang
diucapkan oleh sumber yang menggunakan campur kode dalam perkuliahan.
BAB
III
PEMBAHASAN
Dalam pengumpulan sumber data,
penulis menemukan beberapa kata yang merupakan campur kode. Diantaranya :
1. Urang
‘saya’
Kata urang digunakan untuk menyebutkan kata ganti orang pertama tunggal
sebagai pengganti kata saya.
2. Kamu
‘Maneh’
Kata maneh digunakan untuk menyebutkan kata ganti orang kedua tunggal.
3. Tidak ‘Henteu’
Kata henteu digunakan untuk menyatakan tidak sebagai pengganti kata tidak.
4.
Mengerjakan ‘Ngerjakeun’
Kata ngerjakeun digunakan untuk menyebutkan mengerjakan sebagai
pengganti kata mengerjakan.
5. Begini ‘Kieu’
Kata kieu digunakan untuk menyebutkan begini sebagai pengganti kata begini.
6. Baik
‘Bageur’
Kata bageur
digunakan untuk menyebutkan sifat baik
sebagai pengganti kata baik.
7. Sudah
‘Atos’
Kata atos digunakan untuk menyebutkan sudah sebagai pengganti kata sudah.
8. Angger
‘tetap’
Kata angger digunakan untuk menyebutkan tetap sebagai pengganti kata tetap.
9. Ngartos
‘mengerti’
Kata ngartos digunakan untuk menyatakan
mengerti sebagai pengganti kata mengerti.
10. Mereun
‘mungkin’
Kata mereun digunakan untuk menyatakan mungkin sebagai pengganti kata mengerti.
11. Lieur
‘pusing’
Kata lieur digunakan untuk menyatakan kata pusing sebagai pengganti kata
pusing.
Beberapa kata di atas adalah kata
yang sering digunakan oleh beberapa dosen yang mempunyai latar belakang budaya
yang kental dalam perkuliahan dilingkungan jawa barat. Mungkin terlihat
sederhana, tapi apabila digunakan berkalai-kali, bagi mahasiswa yang tidak
mengerti akan sanagt mengganggu sekali.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam
perkuliahan saat ini masih terbilang belum baik dan benar. Dari pendidik yang
masih menggunakan bahasa daerah, bahkan mahasiswa daerah sendiri. Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai pengantar pendidikan masih belum terealisasikan dengan
baik.
2.
Pengaruh bahasa daerah terhadap
bahasa Indonesia didalam perkuliahan sangat besar. Karna, mahasiswa akan
memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar jika terbiasa melakukannya dan
mendengarkannya. Mahasiswa cukup lama mengikuti perkuliahan sehingga jika
pendidik terbiasa menggunakan bahasa daerah, maka besar kemungkinan mahasiswa
akan mengikutinya.
3.
Dampak penggunaan bahasa daerah
dalam perkuliahan adalah sangat besar dan mengganggu mahasiswa yang tidak
mengerti. Karena, jika pendidik menggunakan bahasa daerah yang tidak di
mengerti, seringkali informasi yang diberikan tidak tersampaikan.
4.
Faktor yang membuat terbiasanya
campur kode dalam perkuliahan adalah faktor kebudayaan yang telah memasyarakat
dan tentu saja latar belakang penutur.
B. Saran
1.
Sebaiknya pendidik menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pengantar pendidikan agar kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan dapat terlaksana
dengan baik serta bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat tersosialisasikan
kepada mesyarakat melalui pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Henscyber.2009. Sosiolinguistik
: campur kode dan alih kode.[online]. Tersedia pada www.anaksastra.blogspot.com (8
mei 2010)
Adiel.2009. Alih kode, campur kode dan
interferensi.[online].tersedia pada www.powerbloger.com
(08 mei 2010)
0 komentar:
Posting Komentar