Kamis, 10 Mei 2012

makalah Bahasa indonesia


ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA DAERAH OLEH DOSEN DALAM PERKULIAHAN
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
dari dosen Welisi Damayanti, M.Pd.



Disusun Oleh :
Astecia Paramitha (0907036)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010


KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim
Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah SWT yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai seluruh penerang di jalan kehidupan. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, Muhammad SAW, penutup para nabi, pribadi yang tentangnya Allah berfirman :
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (al-Azhab[33]:45-47)
            Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai pengantar pendidikan  saat ini tak lagi digunakan dengan baik dan benar baik oleh peserta didik, maupun oleh pendidik sekalipun. Padahal dengan bahasa Indonesia yang digunakan sesuai fungsinya sebagai pengantar pendidikan, tentulah informasi yang digunakan akan tersampaikan lebih merata.
            Penulis merasa penting mengangkat tema ‘Analisis Penggunaan Bahasa Daerah oleh Dosen Dalam perkuliahan’ dikarenakan masih banyaknya dosen yang masih belum menggunakan bahasa Indonesia sepenuhnya dalam perkuliahan (menggunakan campur kode).
            Dalam penulisan makalah ini, tentu banyak sekali hambatan, tapi Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikannya meski masih banyak terdapat kekurangan.
            Untuk semua pihak yang telah membantu, penulis ucapkan terima kasih.
            Penulis mengharapkan kritik dan saran agar untuk ke depannya dapat diperbaiki.
Wassalam…

Bandung, Mei 2010
 Jumadil Ula 1431 H
Penulis


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

            Dalam UUD 45, pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, karena dalam pendidikan ada hubungan interaksi anta pendidik dan peserta didik.
            Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwasanya di Indonesia banyak sekali ragam budaya dan ragam suku. Tentunya juga dari berbagai ragam budaya tersebut, banyak pula melahirkan ragam bahasa. Di sinilah bahasa Indonesia berfungsi, yaitu menjadi bahasa penghubung dan pemersatu sebagaimana di dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang berkedudukan sebagai bahasa nasional. Tidak hanya dalam sumpah pemuda saja, dalam UUD 45 pun bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara.
Dalam lingkup universitas, syarat utama untuk sebuah proses pembelajaran adalah adanya peserta didik, pendidik, dan tentu saja bahasa yang dimengerti oleh kedua pihak. Karena bagaimana mungkin proses pembelajaran akan berlangsung jika salah satu pihak tidak mengerti apa yang diucapkan oleh pihak lain. Di sinilah sebenarnya bahasa Indonesia berfungsi sepenuhnya, karena tidak semua peserta didik memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang sama. Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang merupakan Pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa berfungsi. Selain itu, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Idealnya seorang dosen tidak lagi menggunakan bahasa daerah pada proses perkuliahan (kecuali pada jurusan atau mata kuliah tertentu) karna tentunya tidak semua mahasiswa berasal dari daerah tersebut.
Bedasarkan pernyataan tersebut, penulis merasa tertarik dengan permasalahan bahasa Indonesia dalam perkuliahan dikarenakan masih banyaknya pendidik yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dalam perkuliahan. Karena peserta didik tidak akan memahami ilmu yang diberikan oleh pendidik, bila bahasanya saja tidak dimengerti.
Oleh sebab itu, makalah ini menjelaskan sedikit tentang ‘Analisis Penggunaan Bahasa Daerah oleh Dosen Dalam Perkuliahan’.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia dalam perkuliahan
2. Sejauh mana penggunaan bahasa daerah dalam perkuliahan.
3. Dampak bagi anak-anak dari luar daerah terhadap perkuliahan yang menggunakan campur kode.
4. Faktor apa saja yang membuat bahasa Indonesia  dalam perkuliahan tidak lagi digunakan dengan baik dan benar.

C. Tujuan
1. Mengetahui seberapa besar penggunaan bahasa Indonesia dalam perkuliahan saat ini.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam perkuliahan.
3. Mengetahui dampak penggunaan bahasa daerah pada perkuliahan terhadap anak-anak luar daerah.
4. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan bahasa daerah digunakan dalam perkuliahan.

D. Manfaat
Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Menumbuhkan kesadaran untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Untuk pendidik : memberikan masukan agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam perkuliahan.
3. Untuk peserta didik : agar peserta didik lebih memahami ilmu yang diberikan.

           
BAB II
LANDASAN TEORI


A. Pengertian Campur kode
            Sebelum kita mengetahui mengenai hakekat campur kode, kita harus lebih paham benar konsep kode tersebut. Kode disini bukanlah kode yang mengarah ke unsur bahasa secara perspektif melainkan kode disini ialah untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak). Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register. Varian disini yang dimasudkan ialah tingkat-tingkat, gaya cerita dan gaya percakapan.
Menurut Fasold campur kode ialah fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihan disini dapat berbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar.
B. Jenis-Jenis Campur kode
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
    Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing.
C. Ciri-ciri Campur kode
Campur kode memiliki ciri-ciri yakni tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa hal yang menjadi tuntutan seseorang untuk mencampurkan unsur suatu varian bahasa ke dalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda, terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan.
D. Karakteristik Campur Kode
Perbedaan antara alih kode dengan campur kode ialah pertama, alih kode itu mengarah pada terjemahan dan padanan istilah code switching, sedangkan campur kode merupakan terjemahan dan padanan istilah kode mixing dalam bahasa Inggris. Kedua, dalam alih kode ada kondisi yang menuntut penutur beralih kode, dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan campur kode terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut pencampuran kode itu. Dan ketiga pada alih kode penutur menggunakan dua varian baik dalam bahasa yang sama maupun dalam bahasa yang berbeda. Pada campur kode yang terjadi bukan peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang digunakan oleh penutur. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan.
Sedangkan persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih.
Menurut Thelander yang mebedakan alih kode dan campur kode adalah apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau frasa campuran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
            Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
E. Pengertian Interferensi
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interferensi ialah Masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yg dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantis. Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi yang pertama ialah faktor kontak bahasa disini bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi. Atau interferensi sistemis. Yang kedua ialah faktor kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi belajar muncul. Jika kita melihat dari segi unsur bahasa yang dikuasai terdapat interferensi progesif (interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang sudah dikuasai ke bahasa yang dikuasai sebelumnya) dan interferensi regresif (masuknya unsur bahasayang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai).

            F. Metodologi Penelitian
            Makalah ini menggunakan metodologi penelitian berupa pengumpulan sumber data. Penulis menganalisis kata yang diucapkan oleh sumber yang menggunakan campur kode dalam perkuliahan.
 
BAB III
PEMBAHASAN

            Dalam pengumpulan sumber data, penulis menemukan beberapa kata yang merupakan campur kode. Diantaranya :
1. Urang ‘saya’
            Kata urang digunakan untuk menyebutkan kata ganti orang pertama tunggal sebagai pengganti kata saya.
2. Kamu ‘Maneh’
            Kata maneh digunakan untuk menyebutkan kata ganti orang kedua tunggal.
3. Tidak ‘Henteu’
            Kata henteu digunakan untuk menyatakan tidak sebagai pengganti kata tidak.
4. Mengerjakan ‘Ngerjakeun’
            Kata ngerjakeun digunakan untuk menyebutkan mengerjakan sebagai pengganti kata mengerjakan.
5. Begini ‘Kieu’
            Kata kieu digunakan untuk menyebutkan begini sebagai pengganti kata begini.
6. Baik ‘Bageur’
             Kata bageur digunakan untuk  menyebutkan sifat baik sebagai pengganti kata baik.
7. Sudah ‘Atos’
            Kata atos digunakan untuk menyebutkan sudah sebagai pengganti kata sudah.
8. Angger ‘tetap’
            Kata angger digunakan untuk menyebutkan tetap sebagai pengganti kata tetap.
9. Ngartos ‘mengerti’
            Kata ngartos digunakan untuk menyatakan  mengerti sebagai pengganti kata mengerti.
10. Mereun ‘mungkin’
            Kata mereun digunakan untuk menyatakan mungkin sebagai pengganti kata mengerti.
11. Lieur ‘pusing’
            Kata lieur digunakan untuk menyatakan kata pusing sebagai pengganti kata pusing.

            Beberapa kata di atas adalah kata yang sering digunakan oleh beberapa dosen yang mempunyai latar belakang budaya yang kental dalam perkuliahan dilingkungan jawa barat. Mungkin terlihat sederhana, tapi apabila digunakan berkalai-kali, bagi mahasiswa yang tidak mengerti akan sanagt mengganggu sekali.

BAB IV
PENUTUP

          A. Kesimpulan

1.      Penggunaan bahasa Indonesia dalam perkuliahan saat ini masih terbilang belum baik dan benar. Dari pendidik yang masih menggunakan bahasa daerah, bahkan mahasiswa daerah sendiri. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai pengantar pendidikan masih belum terealisasikan dengan baik.
2.      Pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia didalam perkuliahan sangat besar. Karna, mahasiswa akan memahami bahasa Indonesia yang baik dan benar jika terbiasa melakukannya dan mendengarkannya. Mahasiswa cukup lama mengikuti perkuliahan sehingga jika pendidik terbiasa menggunakan bahasa daerah, maka besar kemungkinan mahasiswa akan mengikutinya.
3.      Dampak penggunaan bahasa daerah dalam perkuliahan adalah sangat besar dan mengganggu mahasiswa yang tidak mengerti. Karena, jika pendidik menggunakan bahasa daerah yang tidak di mengerti, seringkali informasi yang diberikan tidak tersampaikan.
4.      Faktor yang membuat terbiasanya campur kode dalam perkuliahan adalah faktor kebudayaan yang telah memasyarakat dan tentu saja latar belakang penutur.

B. Saran
1.    Sebaiknya pendidik menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pengantar pendidikan agar kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan dapat terlaksana dengan baik serta bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat tersosialisasikan kepada mesyarakat melalui pendidikan.





DAFTAR PUSTAKA

Henscyber.2009. Sosiolinguistik : campur kode dan alih kode.[online]. Tersedia pada www.anaksastra.blogspot.com (8 mei 2010)
Adiel.2009. Alih kode, campur kode dan interferensi.[online].tersedia pada www.powerbloger.com (08 mei 2010)

































0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar