Kamis, 10 Mei 2012

pra proposal


PRAPROPOSAL PENELITIAN


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA SMA PADA SUB-MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian Pendidikan Kimia (KI504)

Dosen:
Prof. Dr. Liliasari, M.Pd
Dr. Hernani, M.Si



Logo UPI



Oleh:
Astecia Paramitha
0907036


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Judul Penelitian
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA pada Sub-Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
B.     Latar Belakang
            Dewasa ini, pendidikan merupakan hal yang fundamental dalam kemajuan suatu bangsa. Pada dasarnya aktivitas belajar mengajar yang merupakan salah satu upaya pendidikan guna mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang mempunyai pengetahuan-pengertahuan aplikatif agar dapat berguna bagi banyak orang. Kedepannya,  dalam era globalisasi ekonomi dan teknologi informasi, akan banyak tuntutan dan kebutuhan utama terkait pengembangan SDM (sumber daya manusia) yang memiliki kemampuan dalam mengembangkan inovasi dan kreativitas, membangun jaringan kerjasama, mengembangkan dan mendayagunakan teknologi, dan mengelola dan mengembangkan sumber daya yang dimiliki.
            Hal ini juga diperkuat oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 pasal 3 tahun 2003 yang berbunyi :
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.”
            Oleh kerena itu, untuk memenuhi tuntutan kualitas SDM, diperlukan suatu terobosan baru mengenai proses belajar mengajar agar diperoleh efektifitas pembelajaran. Pada proses permbelajaran, variabel yang menjadi fokus bukan hanya siswa yang menjadi tujuan kepentingan siswa, melainkan guru itu sendiri. Bagaimana seharusnya guru menciptakan iklim belajar yang menyenangkan dan kondusif agar bukan hanya terjadi proses transfer ilmu yang efektif melainkan juga menggali kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan bersikap ilmiah.
            Bertolak dari hal tersebut, diperlukan suatu pengembangan suatu pendekatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendukung kemampuan berfikir kritis dan menumbukan sikap ilmiah pada siswa yaitu pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model belajar yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil dimana siswa bekerja sama dalam mengoptimalkan keterlibatannya dalam anggota kelompoknya dalam belajar, bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, dan adanya saling keteregantungan positif antara anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan sekedar belajar dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif diyakini dapat memberi peluang siswa untuk terlibat dalam diskusi, berpikir kritis, berani dan mau mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri (Gokhale, 1995:6). Meskipun model pembelajaran kooperatif mengutamakan peran aktif siswa bukan berarti guru tidak berpartisipasi, sebab dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai perancang, fasilitaor dan pembimbing proses pembelajaran.  Salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif adalah group investigation, yaitu metode pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills).
            Para siswa melilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. (Arends, 1997 : 120-121)
            Belajar kooperatif dengan tipe GI sangat cocok dengan untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin dalam Rusman, 2010).
            Secara mikroskopi, siswa seringkali kebingungan dalam membedakan antara larutan elektrolit dan non-elektrolit. Materi ini lebih didominasi oleh konsep dibandingkan dengan hitungan sehingga pemahaman mengenai materi ini menjadi lebih sulit ketika logika berpikir guru tidak mempu dijangkau oleh logika berpikir siswa. Dengan demikian, siswa perlu dituntun untuk mencari konsepnya sendiri sesuai dengan logika berpikir siswa dengan tidak keluar dari ranah materi yang ada. Sayangnya, kondisi kelas yang beragam mengakibatkan guru sulit untuk menyamakan logika berpikir semua siswa. Dengan demikian, perlu dilakukan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana guru hanya sebagai fasilitator yang tetap menjaga pola pemahaman siswa tetap berada pada jalur yang benar.
            Pembelajaran kooperatif tipe group investigation membimbing siswa untuk mencari konsepnya sendiri. Dengan demikian, siswa lebih mudah memahami materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. Oleh karna itu, penulis mengajukan penelitian yang berjudul : “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan kemampuan Berfikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA pada Sub-Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit”

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang akan diungkapkan adalah “ Bagaimana Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Terhadap Peningkatkan kemampuan Berfikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA pada Sub-Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit?”
Agar penetian lebih fokus, dari rumusan masalah pokok di atas, dapat dijabarkan menjadi beberapa sub masalah sebagai berikut:
1.      Bagaiman langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe GI?
2.      Sejauh mana pembelajaran kooperatif tipe GI berpengaruh pada tingkat pemahaman kognitif siswa mengenai materi larutan elektrolit dan non-elektrolit?
3.      Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe GI?

D.    Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperaitf tipe group investigation (GI) untuk Meningkatkan kemampuan Berfikir Kritis dan Sikap Ilmiah Siswa SMA pada Sub-Materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Adapun tujuan lain dari penelitian ini adalah:
1.      Memberikan pembelajaran yang menarik bagi siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit sehingga memudahkan siswa untuk belajar.
2.      Mengetahui alur dari proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI.
3.      Meningkatkan motivasi belajar siswa terutaman dalam materi larutan elektroli dan non-elektrolit.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta gambaran tentang peningkatan kemampuan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa SMA melalui metode pembelajaran kooperatif tipe yang dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif dalam membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi siswa, penerapan kooperatif learning dapat memupuk percaya diri, kemandirian, kreativitas, memecahkan masalah kerjasama, dan bertanggung jawab terhadap dirinya, lingkungan dan masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah pada siswa. Selain itu juga siswa dapat terbantu dalam mempelajari kimia dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe GI .
3. Bagi guru mata pelajaran, dapat menambah pengetahuan mengenai strategi—strategi pembelajaran baru dalam berbagai materi pembelajaran sehingga dapat diterapkan pada pokok bahasan lain.































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Kajian Pustaka
1.      Pembelajaran kooperatif tipe group investigation
a.      Pengertian pembelajaran kooperatif tipe group investigation
Group  Investigation (kelompok  investigasi) merupakan  model pembelajaran  yang  paling  kompleks  dan  paling  sulit  untuk  diterapkan, dikembangkan  oleh  Shlomo  dan  Yael  Sharan  di  Universitas  Tel  Aviv, merupakan  perencanaan  pengaturan  kelas  yang  umum  dimana  para  siswa  bekerja dalam  kelompok  kecil  menggunakan  pertanyaan  kooperatif,  diskusi  kelompok,  serta perencanaan  dan  proyek  kooperatif  Sharan  and  Sharan,  (Slavin,  2009).  Dalam metode ini,  para siswa  dikelompokkan dengan anggota antara lima sampai enam orang.
 Joyce  dan  Weil  (1980)  menambahkan  bahwa  “model pembelajaran GI yang  dikembangkan  oleh Thelen  yang bertolak dari pandangan John Dewey  dan  Michaelis  yang  memberikan  pernyataan  bahwa  pendidikan  dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung”.
Group  Investigation  memiliki  akar  filosofis,  etis,  psikologi  penulisan  sejak awal  tahun  abad  ini.  Yang  paling  terkenal  di  antara  tokoh-tokoh  termuka  dari orientasi  pendidikan  ini  adalah  Jhon  Dewey. Group Investigation tidak akan dapat diimplementasikan dalam  lingkungan  pendidikan  yang  tidak  mendukung  dialog interpersonal atau yang tidak memperhatikan dimensi rasa sosial dari pembelajaran di kelas.  Komunikasi dan interaksi  kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil terbaik apabila dilakukan dalam  kelompok kecil, dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan.
Peran guru dalam group investigation adalah sebagai pembimbing, konsultan, dan memberi kritik yang membangun. Guru harus membimbing dan memilah pengalaman kelompok menjadi tiga tingkat. Pertama, tingkat problem-solving atau tugas (apa yang menjadi masalah utama? Faktor apa saja yang terlibat?). Kedua, tingkat manajemen kelompok (informasi apa saja yang kita perlukan). Ketiga, tingkat penafsiran secara individu (bagaimana kita menafsirkan atau mengartikan simpulan yang didapat).
Tujuan atau misi dari metode Group Investigation ini adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam rangka berpartisipasi dalam proses sosial demokratik dengan mengkombinasikan perhatian-perhatian pada kemampuan antar-personal (kelompok) dan kemampuan rasa ingin tau akademis. Aspek-aspek dari pengembangan diri merupakan hasil perkembangan yang utama dari metode ini (Sutikno, 2003: 27)
b. Langkah-langkah Pembelajaran Group Investigation (GI)
    Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
·         Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta membentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini:
1)  siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan.
2) siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki.
3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Misalnya:
                   Dalam sub pokok bahasan Ekologi, siswa mengamati gambar fenomena banjir. Kemudian siswa menentukan kategori-kategori topic permasalahan yaitu menentukan sebab akibat dari banjir. Selanjutnya, siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar dan berdiskusi berdasarkan topik yang mereka pilih (dibimbing oleh guru). Setelah penyampaian topik bahasan yang akan diinvestigasi:
(a) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih topik yang menarik untuk dipilih dan membentuk kelompok berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki,
(b) Guru membatasi anggota kelompok 4 sampai 5 orang dengan cara mengarahkan siswa dan memberikan suatu motivasi kepada siswa supaya bersedia membentuk kelompok baru dan memilih topik.
·         Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang:
(1) Apa yang mereka pelajari?
(2) Bagaimana mereka belajar?
(3) Siapa dan melakukan apa?
(4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
            Misalnya pada topik Bahasan Ekologi, Siswa belajar bagaimana cara mencegah dan mengatasi bencana banjir. Siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, kemudian siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut, mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan mempresentasikan di kelas.
·         Tahap Penyelidikan (Investigation)
            Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut:
1)      siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat
simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki
2)      masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap
kegiatan kelompok
3)      siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan
ide dan pendapat.
            Misalnya: Siswa menemukan cara-cara mencegah dan mengatasi bencana banjir. Kemudian siswa mencoba cara-cara yang ditemukan dari hasil pengumpulan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
·         Tahap Pengorganisasian (Organizing)
            Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut:
1)      anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya
masing-masing
2)      anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
bagaimana mempresentasikannya
3)      wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas
dalam presentasi investigasi.
            Misalnya: Siswa menemukan bahwa sebab dari bencana banjir yaitu membuang smpah sembarangan di sungai, penebangan liar di hutan, dll., Kemudian siswa membagi tugas  sebagai pemimpin, moderator, notulis dalam presentasi investigasi.
·         Tahap Presentasi (Presenting)
            Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut:
(1)   penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi
bentuk penyajian
(2)   kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai
pendengar
(3)   pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan
atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
            Misalnya: Siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, kemudian siswa yang tidak sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan,selanjutnya siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
·         Tahap evaluasi (evaluating)
            Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut:
1)      siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan
yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya
2)      guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran
yang telah dilaksanakan
3)      penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
            Misalnya: Siswa merangkum dan mencatat setiap topik yang disajikan, siswa menggabungkan tiap topik yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, kemudian guru mengevaluasi dengan memberikan tes uraian pada akhir siklus.
c. Ciri khas Pembelajaran Group Investigation (GI)
1.      Menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.
2.      Para siswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dimulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
4.     Peran guru dalam group investigation adalah sebagai pembimbing,
konsultan, dan memberi kritik yang membangun.

2.      Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsur-unsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.
Sedangkan menurut Drever (Khodijah, 2006:117) Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.
 (dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah,2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117)
Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu :
a.       berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku,
b.      berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan
c.       berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
 Menurut Bloom, proses berpikir kritis melibatkan evaluasi ide-ide, solusi-solusi, argument-argumen, dan fakta-fakta. Facione juga menyatakan bahwa berpikir kritis bisa dipelajari, diperkirakan, dan diajarkan. Sependapat dengan Facione, beberapa penulis seperti Glazer, Primack, dan Wilson menyatakan bahwa nampak penting bagi kita untuk tidak hanya berpikir kritis, tetapi juga mengajarkan berpikir kritis kepada orang lain (Filsaime, 2007). Lebih lanjut Whitehead (dalam Arifin et al., 2003) berpendapat bahwa hasil yang nyata dalam pendidikan sebenarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pembelajaran dari berbagai disiplin ilmu.
Pendapat senada juga dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi..
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1)..
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Menurut Arnyana dalam Suprapto (2007) Indikator-indikator keterampilan berpikir kritis dibagi  menjadi :

Tabel I ndikator Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan Berpikir Kritis (KBK)
Indikator
Merumuskan masalah
Memformulasikan pertanyaan yang mengarahkan investigasi
Memberikan argument
·         Argumen sesuai dengan kebutuhan
·         Menunjukkan persamaan dan perbedaan
Melakukan deduksi
·         Mendeduksi secara logis
·         Menginterpretasi secara tepat
Melakukan induksi
·         Menganalisis data
·         Membuat generalisasi
·         Menarik kesimpulan
Melakukan evaluasi
·         Mengevaluasi berdasarkan fakta
·         Memberikan alternatif lain
Mengambil keputusan dan tindakan
·         Menentukan jalan keluar
·         Memilih kemungkinan yang akan dilaksanakan

2.        Larutan elektrolit dan non-elektrolit
            Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri atas dua komponen, yaitu komponen zat terlarut dan pelarut.
Larutan dapat digolongkan berdasarkan:
1. Wujud pelarutnya; yaitu terdiri atas larutan cair (contoh: larutan gula, larutan garam); larutan padat (contoh: emas 22 karat merupakan campuran homogen antara emas dan perak atau logam lain); larutan gas (contoh: udara).
2. Daya hantar listriknya; yaitu larutan elektrolit (dapat menhantarkan arus listrik) dan larutan non-elektrolit (tidak dapat menghantarkan arus listrik).
            Salah satu sifat larutan yang penting ialah daya hantar listrik. Oleh karena itu kita akan membahas larutan elektrolit dan non elektrolit. Sedangkan Elektrolit adalah zat yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutannya disebut larutan elektrolit.
1. Daya hantar listrik senyawa ion dan senyawa kovalen polar
Daya hantar listrik senyawa ion dan senyawa kovalen polar bergantung pada wujudnya.
a. Senyawa ion
• Padatan: Tidak dapat menghantarkan arus listrik. Sebab, dalam padatan, ionionnya tidak bergerak bebas.
• Lelehan: Dapat menghantarkan listrik. Sebab, dalam lelehan, ion-ionnya dapat bergerak relatif lebih bebas dibandingkan ion-ion dalam zat padat.
• Larutan (dalam pelarut air): Dapat menghantarkan listrik. Sebab, dalam larutan, ion-ionnya dapat bergerak bebas.
b. Senyawa Kovalen Polar:
• Padatan: Tidak dapat menghantarkan listrik, karena padatannya terdiri atas molekul-molekul netral meski bersifat polar.
• Lelehan: Tidak dapat menghantarkan listrik, karena lelehannya terdiri atas molekul-molekul
netral meski dapat bergerak bebas.
• Larutan (dalam air) : Dapat menghantarkan listrik, karena dalam larutan molekul-molekulnya dapat terhidrolisis menjadi ion-ion yang dapat bergerak bebas.
Daya hantar listrik larutan elektrolit bergantung pada jenis dan konsentrasinya.
b. Elektrolit kuat dan elektrolit lemah
1. Elektrolit kuat, adalah zat elektrolit yang terurai sempurna dalam air. Daya hantar listriknya relatif baik walaupun konsentrasinya relatif kecil.
Tergolong elektrolit kuat yaitu:
1) Asam-asam kuat, seperti : HCl, HClO3, H2SO4, HNO3, dan lain-lain.
2) Basa-basa kuat, yaitu basa-basa golongan alkali dan alkali tanah, seperti:
NaOH, KOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2, dan lain-lain.
3) Garam-garam yang mudah larut, seperti: NaCl, KI, Al2(SO4)3 dan lain-lain
2. Elektrolit lemah, adalah zat elektrolit yang terurai sebagian membentuk ion-ionnya
dalam pelarut air. Contoh : asam lemah; misalnya CH3COOH dan basa lemah
misalnya HNO3.
Tergolong elektrolit lemah yaitu:
a. Asam-asam lemah, seperti: CH3COOH, HCN, H2CO3, H2S, dan lain-lain
b. Basa-basa lemah seperti: NH4OH, Ni(OH)2, dan lain-lain
c. Garam-garam yang sukar larut, seperti : AgCl, CaCrO4, PbI2, dan lain-lain


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Dan Prosedur Penelitian
      1. Metode dan Desain Penelitian 
      Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen. Menurut Nazir, (2003) metode eksperimen dilakukan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimen dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Selain itu Sukardi, (2000) menyatakan bahwa metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Secara garis besar metode eksperimen dikelompokkan menjadi 3 yaitu : True experimental (Eksperimental sejati), Quasi experimental (Eksperimental semu), dan Pre experimental
Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment. Metode ini digunakan karena situasi kelas sebagai tempat mengkondisi perlakuan tidak memungkinkan pengontrolan yang demikian ketat seperti dikehendaki dalam eksperimen sejati Oleh sebab itu perlu dicari atau dilakukan desain eksperimen dengan pengontrolan yang sesuai dengan kondisi yang ada (Sudjana, 2001).
Desain  yang digunakan adalah Pretes-Posttest Control Design. dengan menggunakan dua kelompok subjek. Rancangannya sebagai berikut:
E
O1
X1
O2
C
O1
X2
O2
Keterangan:
E    = Kelompok eksperimen.
C    = Kelompok kontrol.
O1  = Pre-tes untuk mengukur komponen awal siswa sebelum diberi perlakuan.
O2  = Post-tes untuk mengukur komponen akhir siswa setelah diberi perlakuan.
X1  = Perlakuan dengan menggunakan strategi jigsaw.
X2  = Tidak mendapat perlakuan.
            2.  Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di salah satu SMU Negeri di Bandung.
            3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri di Bandung. Kelas yang digunakan yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas kontrol tidak diberi perlakuan (pembelajaran secara kelompok) sedangkan kelas eksperimen diberi perlakuan (pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe GI). Kelas yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah kelas yang dinilai ekivalen oleh guru kimia kelas X di SMA yang bersangkutan yaitu kelas yang memiliki nilai rata-rata ulangan kimia yang hampir sama (merata).
5. Instrumen Penelitian
Didalam penelitian pendidikan, instrumen merupakan sarana utama untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana guru melaksanakan proses pembelajaran menggunakan model GI dan menerapkan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa.
b.      Tes pretest dan post test
Pre-test dilakukan sebelum pembelajaran dilakukan. Tujuan dari pre-test ini adalah untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum dilakukan pembelajaran. Post-tes dilakukan setelah pembelajaran. Tujuan post-tes ini adalah untuk mengetahui keefektivitasan kedua metode pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa pada materi larutan elektrolit dan non-elektrolit.
c.       Angket
Angket ini digunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap manfaat dan tingkat ketertarikan siswa terhadap metode pembelajaran yang digunakan. Instrumen yang disusun berupa pertanyaan-pertanyaan uraian supaya siswa lebih mudah mengemukakan pendapatnya.
7. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perhitungan data statistik.
a). Pengolahan Data Hasil Belajar
·         Hasil Pretest & Postest
IPK= IPS = %
Pengolahan data dilakukan terhadap skor pretes dan postes untuk mengetahui prestasi belajar siswa :
                           
(Panggabean, 1989)
Dimana : IPK=IPS= Indeks Prestasi Sampel
                    = Skor total rata
            SMI        = Skor maksimum ideal yaitu skor total jika  semua soal dijawab benar
                  Tabel Klasifikasi Indeks Prestasi Sampel
Kategori IPS
Interpretasi
90,00-100,00
Sangat Tinggi
75,00-89,99
Tinggi
55,00-74,99
Sedang
30,00-54,99
Rendah
0,00-29,99
Sangat Rendah
                                                                                         (Panggabean, 1989)
< g > =

Dari pengolahan skor pretes dan postes ditentukan gain-nya untuk mengetahui efektifitas pembelajaran :

                                                                               
(Pritchard et al, 2002)
Dimana : <g>             = Skor gain ternormalisasi
                 T1’             = Skor postes
                 T1                   = Skor pretes
                 Tmax            = Skor ideal
Tabel Interpretasi Efektivitas Pembelajaran
Persentase
Efektivitas
0,00 < h ≤ 0,30
Rendah
0,30 < h ≤ 0,70
Sedang
0,70 < h ≤ 1,00
Tinggi
                     Ket  : g = h                                                                     (Hake, 1998)
·         Aspek Afektif dan Psikomotor
Pengubahan skor ke dalam persentase, berdasarkan rumus :
P =
 


Tabel Interpretasi Tingkat Keberhasilan Hasil Belajar
Persentase
Kategori
80 % atau lebih
Sangat baik
60% -79%
Baik
40%-59%
Cukup
21%-39%
Rendah
0%-20%
Rendah Sekali
(Ridwan,2000)
b). Pengolahan Data Hasil Penyebaran Angket
Pengolahan angket dengan rumus :
Xi =
 


(Suherman & Sukjaya, 1990)
Dimana : Xi = Presentase butir item angket
Tabel Interpretasi Angket
Besar Persentase
Interpretasi
0%
Tidak ada
1%-25%
Sebagian kecil
26%-49%
Hampir setengahnya
50%
Setengahnya
51%-75%
Sebagian besar
76%-99%
Pada Umumnya
100%
Seluruhnya

c). Pengolahan Data Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Data haisl observasi diolah dengan rumus berikut :
% =
 


Tabel Interpretasi Keterlaksanaan Aktivitas Pembelajaran
Persentase
Kategori
80%-100%
Sangat baik
60%-79%
Baik
40%-59%
Cukup
21%-39%
Kurang
0%-20%
Sangat kurang
(Ridwan,2005)




B.     Waktu

No
Jenis Kegiatan
Waktu pelaksanaan
Bulan pertama
Bulan kedua
Bulan ketiga
Bulan keempat
Bulan kelima
minggu ke-
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1.
Studi pendahuluan tentang pembelajaran larutan elektrolit dan non-elektrolit

























2.
Pembuatan Instrumen

























3.
Uji coba dan revisi

























4.
Pemberian Pretes

























5.
Pembelajaran dikelas eksperimen

























6
Pemberian angket dan wawancara

























7.
Pemberian Postes

























8.
Analisis Data Kuantitatif dan Kualitatif

























9.
Penarikan kesimpulan

























10.
Pembuatan laporan

























11.
Penyempurnaan Laporan

























12.
Penggandaan Laporan


























C.      Instrumen dan Data
No
Jenis Instrumen
Jenis Data yang Diperoleh
Sumber Data
Keterangan
1.
Tes tertulis
Nilai Siswa
Siswa
Dilakukan sebelum dan setelah pembelajaran
2.
Angket
Tanggapan dari siswa
Siswa
Dilakukan setelah pembelajaran
3.
Wawancara
Tanggapan dari siswa
Siswa
Dilakukan setelah pembelajaran

D.    Daftar Pustaka

Arifin, M, dkk. (2003). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : FPMIPA UPI.
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Emzir. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGapindo Persada.
Sugiyono. (2002). Statistika untuk penelitian. Bandung : CV. Alfabeta
Rose, Alifah.2011. Model Pembelajaran Kooperatif. [on-line]. Tersedia : http://alifah-daigakusei.blogspot.com/2011/04/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html [4 April 2012]
Sudrajat, Akhmad.2009. Pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. [on-line]. Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/20/strategi-pembelajaran-kooperatif-metode-group-investigation/   [4 April 2012]




0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar